Page Nav

HIDE

Grid

GRID_STYLE

Pages

Classic Header

{fbt_classic_header}

Header

//

Breaking News:

latest

Masak Lezat Tanpa Micin? Begini Caranya Menurut Sains - Kompas.com - KOMPAS.com

KOMPAS.com - Minggu ini ada banyak tanggal merah, tapi bukan berarti dapur libur ngebul. Nah, berbicara tentang memasa...


KOMPAS.com - Minggu ini ada banyak tanggal merah, tapi bukan berarti dapur libur ngebul.


Nah, berbicara tentang memasak makanan, sains sebenarnya punya tips meramu makanan lezat tanpa MSG alias micin.


Teknik ini terinspirasi dari cara memasak orang China klasik.


Hingga kini pun masakan China atau yang lebih dikenal dengan Chinese Food terkenal dengan rasanya yang menggugah selera.


Baca juga: Bukti Baru Usulkan bahwa Otak Manusia Berkembang karena Memasak


Ahli gizi Dr dr Tan Shot Yen meyakini, ini bukan hanya soal keahlian meramu makanan tapi juga teknik memasak yang diterapkan orang China klasik.


"Orang China klasik terkenal dengan teknik memasaknya. Mereka tahu benar bagaimana mengolah masakan yang benar," ujar Tan kepada Kompas.com, Minggu (14/4/2013).


Teknik brining


Tan berkata, bumbu utama yang paling penting dalam masakan adalah garam.


"Selama tidak berlebihan dan tepat guna, garam bukan hanya dibutuhkan tubuh tapi juga membuat rasa (makanan)," imbuh dia.


Dalam teknik memasak ada istilah yang disebut brining. Ini adalah teknik memberi melumuri air garam ke daging yang akan dimasak.


Dia menjelaskan, protein di dalam daging mengandung asam amino bernama asam glutamat yang dapat memberi rasa.


Perlu digarisbawahi, asam glutamat dalam daging berbeda dengan mono sodium glutamat alias MSG.


Dalam teknik brining, muncul reaksi yang disebut osmosis. Artinya, cairan dengan kepekatan lebih encer akan mengalir ke yang lebih pekat.


"Jika bagian luar daging di lumuri garam, maka air dari dalam daging akan keluar dan selanjutnya membuka jalur bagi cairan bergaram untuk masuk ke dalam daging," terang dia.


" Garam yang meresap ke dalam daging akan melarutkan serat-serat protein dan saat cairan daging terkonsentrasi dengan garam ketika dimasak akan empuk," imbuh Tan.


Perhitungan waktu


Dia menambahkan, konsep memasak tepat juga harus memperhitungkan waktu.


Ketika protein terdenaturasi akibat panas, maka ia tidak lagi dapat menyerap bumbu dengan baik.


"Bumbu ulek dan garam serta percikan asam dari jeruk nipis misalnya, akan meresap dengan baik dalam waktu lebih singkat pada ayam dan ikan karena jaringan proteinnya tidak sepadat daging merah. Jika bumbu terlalu lama meresap, maka ikan atau ayam bisa kering dan asam akan 'memasak' proteinnya bahkan sebelum dimasak di atas api. Ini yang bikin enggak enak," jelas Tan.


Denaturasi adalah sebuah proses di mana protein atau asam nukleat kehilangan struktur tersier dan struktur sekunder dengan penerapan beberapa tekanan eksternal atau senyawa, seperti asam kuat atau basa, garam anorganik terkonsentrasi, misalnya pelarut organik (contoh alkohol atau kloroform) atau panas.


Hal ini sama seperti artikel yang pernah dimuat Exploratorium.edu, di mana dijelaskan bahwa sebagian rasa daging berkembang ketika dimasak. Selain olesan garam seperti dijelaskan di atas, lemak dalam daging juga dapat memengaruhi rasa.


Berkaitan dengan protein terdenaturasi seperti dijelaskan Tan, ada proses bernama reaksi Maillard yang tidak hanya menciptakan rasa tapi juga mengubah warna.


Reaksi Maillard paling mudah terjadi pada suhu sekitar 149 derajat Celsius sampai 260 derajat Celsius.


"Ketika daging dimasak, bagian luar terkena panas dengan suhu lebih tinggi dibanding bagian dalam. Ini memicu reaksi Maillard dan menciptakan rasa terkuat di bagian luar atau permukaan daging," papar artikel tersebut.


Baca juga: Indonesia Kurang Gizi tapi Suka Buang-buang Makanan


Reaksi Maillard namanya diambil dari tokoh bernama Louis-Camille Maillard yang pada awal abad ke-20 mencari tahu bagaimana asam amino berkaitan dengan protein.


Kala itu, Maillard menemukan bahwa saat dia memanaskan gula dan asam amino bersama-sama warnanya berubah menjadi cokelat.


Namun baru pada 1940-an manusia menemukan hubungan antara perubahan warna cokelat dengan rasa. Hal ini berawal dari pasukan Perang Dunia II yang mengeluh akan telur berwarna cokelat dan rasanya tidak enak.


Setelah dilakukan banyak penelitian, para ilmuwan lama akhirnya mengetahui bahwa rasa tidak enak ditimbulkan oleh makanan terlalu cokelat. Meski telur disimpan di suhu kamar, konsentrasi asam amino dan gula dalam campuran dehidrasi tinggi dapat memengaruhi rasa.







Read More

Tidak ada komentar