Penulis: Firdaus (Mahasiswa Prodi Sejarah Peradaban Islam ) Maut hitam yang terjadi pada tahun (1347-1351), atau sering disebut black...
Maut hitam yang terjadi pada tahun (1347-1351), atau sering disebut black death adalah sebuah pandemi yang terjadi tidak hanya di Eropa, tetapi menyebar ke Asia dan Afrika. Pandemi ini telah memakan korban puluhan juta korban jiwa. Selama periode black death ini, catatan tertulis tidak tersimpan baik seperti saat ini. Sebelum diketahui penyebabnya, banyak orang Eropa menyebutnya PES ata lebih dikenal dengan black death. Di Indonesia sendiri wabah black death pernah menjangkiti rakyat dan menjadi wabah yang amat menakutkan di Malang dan menyebar seantero Jawa pada paruh abad ke-20. Namun pada kesempatan kali ini saya akan memunculkan segelintir fakta menarik yang akan mengubah pandangan orang-orang tentang wabah black death ini.
Tikus yang selalu menjadi “kambing hitam” dalam wabah ini
Bagi kebanyakan orang, penyebab black death pada masa itu yakni kombinasi dari kebiasaan masyarakat pada abad pertengahan yang jorok dan keberadaan banyak tikus di sekitarnya. Namun, pada kenyataannya bukan, sehingga banyak orang yang mengaitkan hal ini dengan kontribusi tikus yang menumpang di kapal kapal yang singgah di Eropa selama penyebaran wabah ini. Sering dianggap bukan
berasal dari Eropa, atau lebih tepatnya dari Asia, sehingga banyak orang yang
mengaitkan hal ini dengan kontribusi tikus yang menumpang dikapal kapal yang
singgah di Eropa selama penyebaran wabah ini.
Menurut para peneliti dari Universitas Oslo dan Ferrara, kut lah yang menyebarkan wabah ini lebih ke jenis kutu kepala dan kutu badan yang sering hinggap d tubuh dan pakaian manusia. Setelah serangkaian penelitian dan simulasi, mereka juga beranggapan bahwa kalau model penyebaran manusia ini sangat cocok dengan pandemi ini. Nyatanya, tikus tak benar-benar bertanggung jawab atas merebaknya wabah ini karena mereka tidak sama berbahayanya dengan kutu yang diduga telah membawa bakteri pes. Pada saat itu pula terjadi ledakan populasi pada tikus.
Genosida terhadap kucing
Siapa yang menyangka bahwa kucing yang sering dijumpai disekitar kita memiliki sejarah kelam di Eropa. Hal ini terjadi pada abad ke-13 sampai 14 silam, seorang Paus dari Eropa bernama Gregorius IX pernah memberikan pernyatan yang sangat konyol, yakni menganggap kucing adalah jelmaan iblis terutama kucing hitam dan menganggap akan membawa nasib buruk apabila tak dimusnahkan. Masyarakat yang kala itu mempercayai perkataan Paus langsung menangkap dan membunuh kucing-kucing yang sampai sekarang tak pernah diketahui berapa jumlah pastinya, namun pastinya luar biasa banyak. Hal ini pun yang akan membuat orang eropa akhirnya mengkambing hitamkan tikus karena pemangsa utama tikus yakni kucing telah dimusnahkan dan akhirnya populasi tikus sendiri mengalami ledakan yang luar biasa.
Beberapa orang tidak suka menggambarkan fakta ini karena itu bukan lagi bagian romantis dari abad pertengahan. Jorok disini bukan berarti masyarakat Eropa pada saat itu tidak pernah mandi tapi lebih merujuk pada kebobrokan infrastruktur kesehatannya. Pada titik ini, selokan dan sanitasi modern belum ada, dan proses pengambilan sampah modern juga belum diberlakukan. Kita bisa mengambil contoh kondisinya di Bristol, kota terbesar kedua setelah Inggris ketika black death melanda Eropa. Pada saat itu, Bristol kelebihan populasinya, di mana pada saat itu parit terbuka dengan sampah rumah tangga dan kotoran yang menumpuk tanpa ada yang menutupi sama sekali.
Kondisi rumah di sana benar-benar menjijikkan, daging serta ikan ditinggalkan terbuka dengan lalat di sekujur tubuh mereka. Tak hanya air sumur yang terkontaminasi, bahkan minuman keras pun tak aman untuk diminum. Menurut sejarawan, hal-hal di atas adalah kondisi normal yang bahkan dialami oleh orang kaya sekalipun selama periode black death.
Istilah “Karantina” berasal dari masa penanganan pandemi black death
Gagasan karantina memang tidak ditemukan pada masa black death, karena praktik pengasingan orang sakit dari orang sehat sudah ada sejak lama. Banyak budaya di seluruh dunia, termasuk agama islam dan kristen, sudah lama menyadari kalau mencampur orang sehat da orang sakit akan menambah jumlah orang sakit.
Meskipun demikian, istilah “karantina” sendiri sangat bersangkutan dengan black death. Di saat wabah ini terus datang ke Eropa, beberapa pemimpin pada saat itu akan mengirim orang orang sakit untuk tinggal di ladang, daerah terpencil, atau hanya membuat mereka tiggal di rumah sampai kondisinya membaik. Pada awalnya isolasi ini hanya berlangsung 30 hari namun pada akhirnya dirubah menjadi 40 hari dan dari sinilah karantina berasal. Karantina berasal dari bahasa Italia, yakni trentino yang merujuk pada 30 hari, lalu menjadi quarantino yang merujuk pada 40 hari. Lambat laun quarantino berevolusi menjadi quarantine (karantina), yang sampai sekarang masih digunakan untuk menyebutkan situasi di mana seseorang yang sakit akan diasingkan dari orang yang sehat sampai kondisi mereka membaik.
Karena kebiasaan jorok orang Eropa dulu yang jarang mandi dan lebih memilih memakai parfum, ditambah sanitasi yang buruk melebihi india, otomatis mengundang tikus untuk datang. Wabah semakin parah, dan para petinggi gereja yang mayoritas orang2 bodoh, menuduh kucing sebagai jelmaan iblis dan bertanggung jawab atas wabah yang terjadi, otomatis populasi tikus makin membludak dan korban jiwa akibat wabah semakin banyak... Jadi ini bukan salah kucing, tikus, maupun pedagang pendatang dari luar. Tapi ini pure kebodohan dari bangsa Eropa di abad pertengahan itu sendiri. Sekian.....
BalasHapus