Page Nav

HIDE

Grid

GRID_STYLE

Pages

Classic Header

{fbt_classic_header}

Header

//

Breaking News:

latest

COVID-19 dalam Perspektif Sejarah dan Politik

Penulis : Firdaus (Mahasiswa Prodi Sejarah Peradaban Islam       Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus (SARS-C...


Penulis : Firdaus (Mahasiswa Prodi Sejarah Peradaban Islam

   
 Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus(SARS-CoV-2) adalah virus yang menyerang sistem pernafasan. Virus corona bisa menyebabkan gangguan pada sistem pernafasan, pneumoniaakut, bahkan fatalnya bisa berujung pada kematian. Severe acute respiratory syndrome coronavirus(SARS-CoV-2) yang lebih dikenal dengan nama virus corona adalah jenis baru dari coronavirus yang dapat menular kemanusia. Virus ini dapat menyerang siapa saja baik itu bayi, anak-anak, orang dewasa, lansia, ibu hamil, dan ibu menyususi. Infeksi virus ini disebut COVID-19 dan pertama kali ditemukan di Kota Wuhan, cina pada akhir desember 2019. Virus ini terus menyebar ke wilayah lain di luar China termasuk, Indonesia, sehingga beberapa negara memberlakukan sistem lockdown dalam rangka mencegah penyebaran virus corona.

Dalam jangka waktu kurang lebih 5 bulan virus corona berkembang dengan sangat cepat, total update yang terinfeksi per senin(6/04/2020) sebanyak 1,27 juta kasus. Adapun jumlah kasus kematian yang terjadi adalah 69.309 kasus. Sedangkan, pasien yang sembuh sebanyak 259.810. Sejauh ini WHO telah menetapkan virus corona sebagai bencana pandemi sehingga negara-negara memberlakukan sistem lockdown yang mengakibatkan beberapa sektor mengalami perubahan seperti sektor ekonomi, sosial  dan lain sebagainya.hal ini pun pernah terjadi dalam sejarah. Berikut beberapa perspektif terkait corona virus.

 Perspektif Sejarah

Wabah seperti virus corona telah terjadi di belahan dunia lainnya seperti flu babi, flu burung, colera, dan yang hampir melenyapkan populasi manusia di dataran eropa yakni wabah black death. Namun, pada awal abad ke 19 juga muncul wabah yang sangat mematikan dan banyak merenggut nyawa dalam waktu singkat dibanding dengan wabah penyakit apapun yakni wabah raya (pandemi) influenza merebak di seluruh dunia mulai dari eropa lalu menyebar ke amerika, asia, afrika, dan australia. Flu ini juga disebut dengan flu spanyol, sejarah telah menegaskan bahwa penelitian sejarah pandemi influenza 1918 di Hindia Belanda menyatakan bahwa negara ini punya berbagai pintu masuk untuk terjangkitnya wabah yang merebak di negara lain, seperti influenza. Hindia Belanda telah merespon pandemi flu tersebut; bahwa penanganan wabah pada saat itu harus melibatkan semua sektor, tidak hanya sektor kesehatan. Karena ego individu dan kepentingan kelompok harus dikesampingkan apabila ingin merespon pandemi wabah yang terjadi pada masa itu dengan cepat agar dapat menyelamatkan banyak nyawa. Oleh karena itu, kelanjutan penelitian tentang sejarah penyakit semacam ini sangat diperlukan. Agar dapat menjadi peringatan baik bagi pemerintah ataupun masyarakat umum, tentang perlunya mencari sebanyak banyaknya referensi tentang penanganan pandemi influensa pada masa lalu.

Perspektif Politik

Dalam hal ini perpektif sosial-budaya juga harus menjadi hal pertimbangan karena di satu sisi, penyakit sering kali disebabkan oleh budaya manusia atau setidaknya penyakit mudah mewabah karena budaya tertentu dalam masyarakat. Di sisi lain penyakit memberikan dampak yang luar bisasa dalam aspek budaya manusia itu sendiri. Satu yang paling mengkhawatirkan adalah adanya kemungkinan masa transisi yang kita jalani sekarang menjadi permanen dan tidak tuntas. Masa transisi ini memang tidak membawa kita mundur ke belakang, namun tidak juga membawa kita maju ke depan untuk menuju sistem demokrasi yang sesungguhnya. Misalnya dalam hal politik tentu memberikan efek sejak adanya pandemi ini. Jelaslah sistem politik paska Soeharto tidak dapat lagi dikategorikan sebagai sistem otoriter sebagaimana yang terjadi selama Orde Baru. Namun sistem itu tidak dapat pula dikategorikan sebagai sistem demokrasi murni. Di masa transisi ini, sistem politik kita hanya memenuhi kriteria, dalam bahasa Larry Diamond, electoral democracy atau demokrasi yang sangat terbatas. Yang kita khawatirkan jika electoral democracy inilah yang menjadi masa depan dan terminal politik Indonesia. Catatan penutup ini mencoba menganalisa  kriteria electoral democracy, variabel apa yang yang menyebabkan Indonesia hanya berhenti di tahap itu dan bagaimana caranya keluar dari jebakan demokrasi yang sangat terbatas tersebut.

Dalam demokrasi yang terbatas, pemilu yang jujur dan adil dengan sistem multi partai memang terjadi. Pers dan kehidupan politik masyarakat memang relatif bebas. Namun tetap ada halangan yang membuat sistem demokrasi ini cacat. Pertama, masih adanya kekuatan politik yang mempengaruhi kebijakan pemerintah, padahal kekuatan politik itu tidak dipilih oleh rakyat melalui pemilu. Untuk kasus di Indonesia, kekuatan itu adalah militer.Dalam sistem demokrasi murni, karena kedaulatan ada di tangan rakyat, mereka yang diberikan otoritas mengambil kebijakan politik adalah individu atau kelompok yang rakyat pilih dalam pemilu. Militer tidak ikut pemilu. Bahkan dalam bagan politik modern, militer adalah unsur pelaksana kebijakan politik yang seharusnya netral dan absen dalam pengambilan keputusan politik. Masih berperannya militer dalam politik memberikan cacat dalam mekanisme demokrasi karena adanya kelompok yang tidak ikut pemilu tetapi menentukan secara politik. Kedua, adanya exclusion atau diskriminasi atas ideologi masyarakat.

 Dalam demokrasi murni, semua ideologi masyarakat diberikan perlakuan yang sama. Ideologi itu dianggap bagian dari cita-cita politik kelompok masyarakat. Negara bersifat netral dan tidak memiliki ideologi kecuali aturan main kompetisi yang bersifat demokratis. Ideologi mana yang mendominasi pemerintahan harus dipilih oleh rakyat itu sendiri melalui pemilu, yang dapat berubah-ubah setiap pemilu. Namun di Indonesia saat ini, masih ada perlakuan yang tidak equal atas keberagaman ideologi itu, pernyataan pedas presiden Habibie atas bahaya KOMAS (Komunisme, Marhaenisme dan Sosialisme) bukanlah hanya kepleset (slip of tongue) tetapi mewakili segmen elit kekuasaan tertentu. Dengan sendirinya, kelompok masyarakat yang percaya kepada cita-cita ideologi itu sudah mengalami teror mental.

Di negara demokrasi murni seperti di Amerika Serikat atau Eropa, apalagi dinegara mantan komunis itu sendiri, ideologi komunis dibiarkan tumbuh sama seperti ideologi lainnya. Namun dalam pemilu, rakyat memilih dan ideologi komunis terbukti tidak laku bahkan di kandangnya sendiri seperti di Rusia atau di Eropa Timur. Tetapi ideologi komunis itu dikalahkan melalui prosedur demokratis bukan oleh diskriminasi yang bersifat sistemik.

Ketiga, adanya exclusion atau perlakuan yang minor terhadap etnik minoritas, dalam hal ini non pri(warga keturunan cina). Dalam sistem demokrasi murni, kelompok minoritas dilindungi dan diberikan hak yang sama dengan kelompok mayoritas. Namun dalam realitas politik, kelompok non-pri di Indonesia sangat tidak nyaman hidup dalam era reformasi. Dalam berbagai kejadian, mereka menjadi korban dan kompensasi dari kemarahan publik. Tidak heran kita melihat banyaknya eksodus kelompok non-pri keluar negeri pada masa-masa awal reformasi. Yang dikhawatirkan jika kita akan hidup permanen dengan tiga cacat demokrasi diatas. Gerakan reformasi yang dimulai tahun 1998 memang cukup berhasil membawa keluar negara kita dari sistem otoriter, namun tidak cukup kuat untuk menepis tiga cacat itu. Masa transisi yang diduga hanya bersifat sementara, kita khawatir jika ternyata berlangsung beberapa dekade. Pertanyaannya, mengapa tiga cacat demokrasi itu masih tumbuh? Apa yang salah dengan gerakan reformasi sehingga ia tidak cukup  kuat untuk langsung membawa Indonesia menuju sistem demokrasi.

Proses transisi ini juga akan semakin terpuruk dengan adanya pandemi ini. Beberapa proses pemilihan kepala daerah bisa jadi banyak yang akan tertunda. Hal ini dapat menimbulkan “kekosongan” kepempinan dan kebijakan-kebijakan strategis pemerintah yang seharusnya cepat dan tanggap terhadap situasi masyarakat akan akan semakin lama dan masyarakat yang akan menjadi korban.
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                           

Tidak ada komentar